Kata Jangan Dalam Mendidik Anak

Generasi yang dititipkan untuk dididik dengan baik
Rekreasi ke Ladang Budaya (Ladaya) Kukar

Ada yang mengatakan jangan menggunakan kata "jangan" dalam hal mendidik anak. Wah kalau begitu jangan-jangan ini berbahaya ya untuk perkembangan psikologi anak ? Bagaimana dong sebaiknya. 


produksispot.blogspot.com - Sejauh perkembangan yang saya ikuti (sebatas pengetahuan saya yang sangat-sangat terbatas ini), terjadi pro dan kontra. Dari kalangan pakar sampai masyarakat awam. Sebagian praktisi psikologi anak berpendapat bahwa pemakaian kata "jangan" ketika memberikan larangan pada anak dapat berdampak buruk. Memberikan nuansa / kesan negatif. Katanya sih begitu. Tetapi sebagian yang lain fine-fine saja. Sejauh larangan dengan kata "jangan" itu tidak berlebihan.

Diantara sekian banyak pendapat para pakar, bahkan ada yang berpendapat bahwa masa anak-anak itu adalah usia yang bebas "pelarangan". Menurut mereka, jangan sekali-kali menggunakan kata "jangan" saat melarang anak melakukan sesuatu. Hal itu selain akan menyebabkan rasa percaya diri anak tidak berkembang maksimal, anak juga akan tumbuh menjadi orang yang berkarakter mental minder dan sukar melakukan hal yang baru yang mengandung tantangan. Begitulah kira-kira salah satu poin dalam sebuah artikel yang saya baca.

Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan dibalik pro-kontra ini ? Pilihan akhirnya tentu kembali pada orang tua sendiri. Mau ikut atau lebih yakin dengan metode yang mana itu tentu hak setiap orang. Saya sendiri dan sahabat pembaca misalnya sangat besar kemungkinan pasti akan memiliki pendirian berbeda.

Tetapi terlepas dari setuju atau tidak setuju, sedikit gambaran saja tentang penggunaan kata "jangan" dalam pola asuh anak. Menurut saya pribadi, kenapa tidak ? Alasannya sederhana. Karena kata 'jangan" itu justru kata kunci yang paling ampuh sebagai satu bentuk instruksi pelarangan pada hal-hal yang sifatnya mendasar. Misalnya untuk sikap yang melanggar atau bertentangan dengan hukum. Bukan saja norma atau hukum dalam perspektif kemanusiaan, tetapi juga yang terpenting pada hal-hal yang terkait dengan norma atau hukum berdimensi ketuhanan. Kenapa mesti ragu memakai kata "jangan" untuk anak yang bisa saja (tanpa sengaja) melakukan tindakan yang melanggar hukum atau dosa. Seperti (maaf, semoga kita semua terhindar dari segala perbuatan buruk dan tercela) mencuri, menghina, mencemooh atau perbuatan dosa lainya ?

La, mereka-kan anak-anak. Mereka-kan ngga ngerti ?

Ya eyalah. Anak-anak memang ngga atau belum mengerti batasan. Namanya juga anak-anak. Hehe ... Justru dengan kata larangan itulah kita sebagai orang tua "memperkenalkan" batasan sikap yang harus dijaga agar mereka tidak melanggar aturan atau etika yang dapat mengundang dosa.

Kita bisa bayangkan jika prinsip seperti masa anak-anak sebagai masa bebas pelarangan (seperti yang dikemukakan di atas) dijalankan. Mau dijadikan apa anak-anak kita ? Apakah hanya karena sekedar "memperbaiki" tutur bahasa, lantas mengenyampingkan tujuan utama mendidik mereka. Mengaburkan visi pribadi sejak dini yang seharusnya kelak menjadi hamba Tuhan yang taat sekaligus mahluk sosial yang berbudi baik ? Apa ngga takut, kalau nanti anak akan tumbuh menjadi manusia yang elu-elu, gue-gue ? Masa bodoh dan tak mengerti larangan apalagi dosa ? Ya Allah, jangan sampai deh.

Masa anak-anak bukan rentang usia "bebas pelarangan". Kalau hal itu yang orang tua lakukan berarti sama halnya dengan "pembiaran". Membiarkan generasi penerus menjadi sangat berpotensi hanya memikirkan dirinya sendiri, tanpa peduli apa saja di luar kesukaannya atau kecenderungan pribadi mereka. Bahkan yang lebih gawat lagi yang tak mengerti hukum. Baik dalam konteks horisontal terhadap sesama maupun vertikal kepada Tuhan Maha Pencipta.

Jangan ragu gunakan kata "jangan" untuk memperkenalkan mana yang baik mana yang buruk. Mana yang mendatangkan kasihNya, mana yang akan mendatangkan murkaNya. Ultimatum itu sangat perlu untuk hal-hal yang berada dalam ranah hukum atau yang memang tidak boleh dilanggar. Kenapa harus ribet mencari kata-kata pengganti. Bikin mumet.

Terakhir yang paling utama menurut saya adalah sikap mawas diri orang tua juga untuk menjaga sikap proporsional. Seimbang, sesuai keadaan atau kondisi yang ada. Mana yang harus tegas dan mana yang masih dapat dicarikan alternatif dalam penyampaiannya agar si anak mampu mengerti. Jangan sampai juga si anak lalu menjadi takut, bukan segan. Mau nurut tapi karena hanya merasa terancam bukan karena dasar kesadaran.

Sekian dulu artikel sederhana Kata "Jangan" Dalam Mendidik Anak ini. Dalam penyampaiannya tentu banyak sekali kekurangan. Karenanya saya mohon maaf.

Terima kasih dan wassalaamu alaikum...